Rabu, 25 Juli 2007

Bisnis suvenir & kartu undangan tak pernah mati

Musim kemarau sudah tiba dan bagi sebagian masyarakat dianggap waktu paling baik untuk melangsungkan hajat termasuk pernikahan. Buktinya, jika hajatan diselenggarakan pada musim hujan maka pawang hujan adalah salah satu yang dipanggil agar hujan tak mengguyur sewaktu hajat diselenggarakan. Pada musim-musim nikah seperti ini, pelaku usaha yang kebanjiran rezeki adalah kartu undangan dan suvenir pernikahan. Karena itu bisnis ini dianggap bisnis yang tak ada matinya. Anggapan yang digunakan adalah nyaris semua orang dipastikan mengalami dan menginginkan pernikahan. Pesatnya perkembangan zaman, untuk urusan kabar pernikahan dan mengundang relasi guna berbagi kebahagiaan tak hanya cukup dari mulut ke mulut ataupun mengundang secara pribadi. Namun menggunakan sebuah kartu dan disediakan suvenir bagi tamu undangan sebagai kenang-kenangan.

Pemilik usaha kartu undangan di wilayah Kalijambe Sragen Icay Ofset, Cahyo Wibowo mengatakan usaha jenis ini sangat menggiurkan. Sedang pemilik toko suvenir Sulis Agency di Jl Adisucito Solo, Sudarti menambahkan keuntungan dan prospektif usaha itu. Usaha tersebut di atas menurut mereka tidak dijalankan dengan modal besar. Ibaratnya cukup mengandalkan kreativitas dan kesanggupan mencari pasar. Soal keuntungan, mereka menjawab minimal mampu mengembalikan modal. Jujur mereka mengatakan tak hanya bisa kembali modal namun sering mendapat lebih. ”Jadi separuh harga pasti dapat. Ini untuk suvenir buatan sendiri misalnya rangkaian toples berisi dua buah dengan hiasan bordir dan bunga saya jual Rp 50.000. Padahal untuk modal tak ada separuh atau Rp 25.000. Tinggal mengalikan berapa buah yang berhasil dijual,” ungkap Darti.

Hal yang sama dikatakan Cahyo. Yang jelas modal kembali sehingga jika diibaratkan kartu undangan seharga Rp 600, modal yang dibutuhkan hanya Rp 300.
Soal modal sekali lagi dikatakan hampir tak bermodal sebab pada sebagian wilayah usaha kartu undangan dan suvenir pernikahan masih merupakan usaha sambilan. Jika benar-benar mau profesional tentunya bisa diandalkan asalkan dengan niat kuat. ”Selama ini masih sambilan. Seperti saya bekerja di sebuah perusahaan di Solo sebagai pekerjaan utama dan kartu undangan ini hanya sambilan,” papar Cahyo.

Bisnis ini dianggap usaha sampingan karena usaha tersebut bersifat musiman. Musim ramai pesanan tak setiap saat yakni ketika musim kawin antara Bulan Syawal hingga Besar atau bulan lain selain Syura termasuk kemarau saat ini. Menjalani bisnis di atas, lanjut mereka, tak ada ruginya. Sebab musim kerja bagi mereka bisa dibilang hanya ketika ada order. Karena itulah, promosi atau usaha jemput bola merupakan upaya yang sangat dibutuhkan demi kelancaran rezeki. Cahyo membeberkan usaha pelayanan kartu undangannya hanya bermodalkan seperangkat komputer termasuk printer dan kertas. Itu saja. Untuk kertas bisa dibeli di toko baik dalam bentuk potongan maupun plano yakni jenis kertas dalam ukuran besar. Untuk urusan hemat, Cahyo menyarankan pilih plano karena satu yard atau satu lembar bisa untuk bikin sepuluh lembar kartu.

Selain itu masih ada sisa yang bisa dimanfaatkan sebagai kertas label suvenir. Dengan demikian tak ada yang bersisa. Dari segi harga, kertas potongan dan plano selisih sekitar Rp 20. Kertas potongan biasanya berisi 100 lembar per pak dengan harga Rp 140 per lembar dan bisa digunakan untuk 100 lembar undangan juga. Untuk membuat kartu undangan juga tak butuh waktu lama. Dua jam pun jadi kalau sudah punya desain tapi kalau belum punya desain atau harus membuat desain baru tentunya butuh waktu lebih. Perlu diingat, file yang dibutuhkan untuk desain kartu cukup besar karena itu komputer harus dilengkapi CD writer karena disket saja tak akan cukup menampung besarnya file. Untuk jenis usaha sampingan semacam ini, biasanya tak dicetak sendiri namun diserahkan ke percetakan. Desain pilihan pemesan setelahnya diprint dalam kertas biasa kemudian dibawa ke percetakan setelah sebelumnya difotokopi dengan kertas elefax. ”Kertas elefax ini kertas khusus untuk percetakan seperti plat. Modal untuk ini Rp 2.500,” lanjut Cahyo. Dua jenis

Perhitungan pengeluaran selanjutnya adalah ganti cetak. Biasanya dihargai per muka Rp 10. Sehingga jika bolak-balik dihitung dua muka atau Rp 20 atau tergantung harga dari perusahaan cetak. Selanjutnya adalah pertimbangan dengan cara sablon atau print. Kartu dengan cetak sablon memang mahal Rp 50 karena hasil lebih sempurna dibandingkan cetak print. Tinta yang digunakan kadang berlepotan hingga hasil takrapi termasuk pemasangan platyang kurang sempurna.. Jenis undangan yang ditawarkan biasanya ada dua yakni jenis murah terutama untuk kalangan kurang mampu Rp 300 per buah. Jenis itu per lembar hanya memerlukan 1/4 kertas folio. Jika menginginkan ukuran di atasnya tentu dikalikan dua atau 1/2 polio dengan nominal Rp 600.

Bentuk lainnya adalah untuk kalangan berada atau jenis bagus dan rumit. Untuk jenis ini dihargai mulai Rp 900. Dengan demikian, harga kartu tergantung jenis kertas yang digunakan, tinta timbul atu tidak, kerumitan desain. Jadi contoh perhitungan modal untuk 100 kartu yang dibutuhkan Cahyo tak termasuk seperangkat komputer adalah;

- 10 Kertas plano @ Rp 120=Rp 12.000
- Fotokopi elefax Rp 2.500
- Cetak per muka (semisal kartu dengan dua lipatan berarti ada empat muka : 4xRp 50 =Rp 200x100 lembar =Rp 20.000. Itu jika dengan menggunakan desain sendiri. Jika menggunakan atau mencontoh desain dari percetakan ditambah Rp 2.500-3.500. Taruhlah angka maksimal maka Rp 20.000+3.500+12.000+2.500 =Rp 38.000. Jadi jika modal yang dikeluarkan Cahyo sebanyak itu maka uang yang akan dikantongi senilai Rp 76.000. Tentunya untuk modal tergantung dengan jenis kartu yang dipilih pemesan.

Tidak ada komentar: